Mitos
Mitos
(bahasa Yunani: μῦθος– mythos) adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan
kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan
keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang
empunya cerita atau penganutnya.
Dalam pengertian
yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional. Pada umumnya
mitos menceritakan terjadinya alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya,
bentuk topografi, kisah para makhluk supranatural, dan sebagainya.
Mitos dapat timbul
sebagai catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, sebagai
alegori atau personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan
tentang ritual.
Mereka
disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk
model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunitas.
Klasifikasi
mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus), dan Sallustius
dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji kembali oleh para mitografer
zaman Renaisans seperti dalam Theologia mythologica (1532). Mitologi
perbandingan abad ke-19 menafsirkan kembali mitos sebagai evolusi menuju ilmu
(E. B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller), atau penafsiran ritual
magis yang keliru (James Frazer).
Penafsiran
selanjutnya menolak pertentangan antara mitos dan sains. Lebih lanjut lagi,
mitopeia seperti novel fantasi, manga, dan legenda urban, dengan berbagai mitos
buatan yang dikenal sebagai fiksi, mendukung gagasan mitos sebagai praktik
sosial yang terus terjadi.
Ciri khas
Pelaku utama
yang diceritakan dalam mitos biasanya adalah para dewa, manusia, dan pahlawan
supranatural. Sebagai kisah suci, umumnya mitos didukung oleh penguasa atau
imam/pendeta yang sangat erat dengan suatu agama atau ajaran kerohanian. Dalam
suatu masyarakat dimana mitos itu disebarkan, biasanya suatu mitos dianggap
sebagai kisah yang benar-benar terjadi pada zaman purba. Pada kenyataannya,
banyak masyarakat yang memiliki dua kategori kisah tradisional: "kisah
nyata" atau mitos, dan "kisah dongeng" atau fabel. Umumnya mitos
penciptaan berlatar pada masa awal dunia, saat dunia belum berbentuk seperti
sekarang ini, dan menjelaskan bagaimana dunia memperoleh bentuk seperti
sekarang ini serta bagaimana tradisi, lembaga dan tabu ditetapkan.
Penggunaan istilah
Lukisan
"Perjalanan ke Barat" sebagai dekorasi di Istana Musim Panas,
Beijing, RRC. Perjalanan ke Barat merupakan suatu novel klasik Cina yang
mengandung unsur kisah fiktif, namun bercampur dengan legenda, cerita rakyat,
dan mitos masyarakat Cina.
Lihat pula:
Legenda dan Cerita rakyat
Istilah
"mitologi" dapat mengacu kepada kajian mengenai mitos atau suatu
himpunan atau koleksi berbagai mitos. Sebagai contoh, mitologi lanskap adalah
kajian mengenai pembentukan suatu bentang alam menurut mitos suatu bangsa,
sementara mitologi Hittit adalah himpunan mitos-mitos bangsa Hittit. Dalam
folkloristika, suatu "mitos" adalah kisah suci yang biasanya
menjelaskan bagaimana dunia maupun manusia dapat terbentuk seperti sekarang
ini, "suatu kisah yang menguraikan pandangan fundamental dari suatu
kebudayaan dengan menjelaskan aspek-aspek dunia alamiah dan menggambarkan
praktek psikologis dan sosial serta pandangan ideal suatu masyarakat".
Banyak sarjana dalam bidang ilmu lainnya yang menggunakan istilah
"mitos" dengan cara yang berbeda; dalam pengertian yang lebih luas,
istilah tersebut dapat mengacu kepada cerita tradisional atau—dalam percakapan
sehari-hari—suatu hal salah kaprah dalam masyarakat atau suatu entitas
khayalan.
Mitos erat
kaitannya dengan legenda dan cerita rakyat. Mitos, legenda, dan cerita rakyat
adalah cerita tradisional dalam jenis yang berbeda. Tidak seperti mitos, cerita
rakyat dapat berlatar kapan pun dan dimana pun, dan tidak harus dianggap nyata
atau suci oleh masyarakat yang melestarikannya. Sama halnya seperti mitos,
legenda adalah kisah yang secara tradisional dianggap benar-benar terjadi,
namun berlatar pada masa-masa yang lebih terkini, saat dunia sudah terbentuk
seperti sekarang ini. Legenda biasanya menceritakan manusia biasa sebagai
pelaku utamanya, sementara mitos biasanya fokus kepada tokoh manusia super.
Perbedaan
antara mitos, legenda, dan cerita rakyat merupakan cara yang mudah dalam
mengelompokkan cerita tradisonal. Dalam banyak budaya, sulit untuk menarik garis
lurus antara mitos dan legenda. Daripada membagi kisah tradisional menjadi
mitos, legenda, dan cerita rakyat, beberapa budaya membagi mereka menjadi dua
kategori, yang satu langsung mengacu kepada cerita rakyat, yang lainnya
mengkombinasikan mitos dan legenda. Bahkan mitos dan cerita rakyat tidak
sepenuhnya berbeda. Suatu kisah dapat dianggap nyata (dan menjadi mitos) dalam
suatu masyarakat, namun dianggap tak nyata (dan menjadi cerita rakyat) dalam
masyarakat lainnya. Pada kenyataannya, saat suatu mitos kehilangan statusnya
sebagai bagian dari suatu sistem religius, mitos seringkali memiliki sifat
cerita rakyat yang lebih khas, dengan karakter dewa-dewi terdahulu yang
diceritakan kembali sebagai manusia pahlawan, raksasa, dan peri.
Mitos,
legenda, dan cerita rakyat hanyalah sebagian kategori dari cerita tradisional.
Kategori lainnya meliputi anekdot dan semacam kisah jenaka. Sebaliknya, cerita
tradisional adalah suatu kategori dari folklor, meliputi beberapa hal seperti
sikap tubuh, busana adat, dan musik.
Asal mula
Suatu teori
menyatakan bahwa mitos adalah catatan peristiwwa bersejarah yang
dilebih-lebihkan. Menurut teori ini, penutur cerita melebih-lebihkan peristiwa
sejarah secara terus-menerus sampai akhirnya figur dalam sejarah tersebut
memperoleh status setara dewa. Misalnya, mungkin seseorang boleh berpendapat
bahwa mitos dewa angin Aeolos berasal dari sejarah mengenai raja yang
mengajarkan cara menggunakan layar dan menafsirkan arah angin kepada rakyatnya.
Herodotos (abad ke-5 SM) dan Prodikos mengklaim hal semacam ini. Teori ini
disebut "euhemerisme" menurut nama ahli mitologi terkenal, Euhemeros
(sekitar 320 SM), yang berpendapat bahwa dewa-dewi Yunani berkembang dari
legenda tentang manusia.
Alegori
Beberapa
teori menyatakan bahwa mitos dimulai sebagai suatu alegori. Menurut suatu
teori, mitos-mitos bermunculan sebagai alegori tentang fenomena alam: Apollo
melambangkan Matahari, Poseidon melambangkan lautan, dan sebagainya. Menurut
teori lainnya, mitos bermula sebagai alegori untuk konsep filosofis maupun
spiritual: Athena melambangkan keadilan dan kebijaksanaan, Afrodit melambangkan
hasrat, dan sebagainya. Sanskritis abad ke-19, Max Müller mendukung teori
alegoris mitos. Ia menyakini bahwa mitos bermula sebagai deskripsi alegoris
mengenai keadaan alam, namun perlahan-lahan diinterpretasikan secara harfiah:
misalnya, secara puitis, laut digambarkan sebagai sesuatu yang penuh gejolak,
sehingga laut diyakini sebagai dewa yang pengamuk.
Personifikasi
Niks (dewi
malam)
Hemera (dewi
siang)
Dalam
mitologi Yunani, malam dan siang hari dipersonifikasikan sebagai seorang dewi.
Beberapa
pemikir percaya bahwa mitos merupakan hasil personifikasi kekuatan dan benda
mati. Menurut pemikiran ini, orang purba memuja fenomena alam seperti api dan
udara, dan perlahan-lahan menggambarkannya sebagai dewa. Contohnya, menurut
teori pemikiran mitopeia, orang purba cenderung memandang "sesuatu"
sebagai "seseorang", bukan benda belaka; maka dari itu, mereka
menggambarkan kejadian alam sebagai akibat tindakan dewa tertentu, sehingga
menghasilkan suatu mitos.
Teori mitos-ritual
Menurut
teori mitos-ritual, keberadaan mitos sangat erat dengan ritual. Teori ini
mengklaim bahwa mitos muncul untuk menjelaskan ritual. Klaim ini pertama kali
dicetuskan oleh sarjana biblikal William Robertson Smith. Menurut Smith,
orang-orang mulai melaksanakan suatu ritual untuk alasan tertentu yang tidak
ada hubungannya dengan mitos; kemudian, setelah mereka melupakan alasan
sebenarnya mengenai pelaksanaan ritual tersebut, mereka mencoba melestarikan
ritual tersebut dengan menciptakan suatu mitos dan mengklaim bahwa ritual
tersebut dilaksanakan untuk mengenang kejadian yang diceritakan dalam mitos.
Antropolog James Frazer memiliki teori yang sama. Frazer percaya bahwa manusia
primitif mulai percaya pada hukum-hukum gaib; kemudian, ketika manusia mulai
kehilangan keyakinannya mengenai sihir, mitos tentang dewa diciptakan dan
mengklaim bahwa ritual magis kuno adalah ritual keagamaan yang dilakukan untuk
menyenangkan hati para dewa.
Fungsi
Mircea
Eliade berpendapat bahwa salah satu fungsi penting mitos adalah untuk membangun
suatu model perilaku dan bahwa mitos dapat memberikan pengalaman religius.
Dengan menceritakan atau memeragakan mitos, anggota suatu masyarakat
tradisional dapat merasa lepas dari masa kini dan kembali lagi ke zaman mitis,
sehingga membawa mereka dekat dengan ilahi.
Lauri Honko
menegaskan bahwa dalam beberapa kasus, suatu masyarakat akan menghidupkan
kembali suatu mitos untuk menciptakan kembali suasana zaman mitis. Sebagai
contoh, akan diperagakan kembali penyembuhan yang dilakukan dewa pada zaman
purba dalam upaya penyembuhan seseorang di masa kini. Tak jauh berbeda, Roland Barthes berpendapat
bahwa budaya modern mengeksplorasi pengalaman religius. Karena tugas sains
bukanlah menegakkan moral manusia, suatu pengalaman religius adalah upaya untuk
terhubung dengan perasaan moral di masa lalu, yang kontras dengan dunia
teknologi di zaman sekarang.
Joseph
Campbell menyatakan mitos memiliki empat fungsi utama: Fungsi
Mistis—menafsirkan kekaguman atas alam semesta; Fungsi Kosmologis—menjelaskan
bentuk alam semesta; Fungsi Sosiologis—mendukung dan mengesahkan tata tertib
sosial tertentu; dan Fungsi Pendagogis—bagaimana menjalani hidup sebagai manusia
dalam keadaan apa pun.
Sekian,
Terima kasih telah membacanya!
Sumber: Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar